Friday, May 15, 2009

TJ : Syirik Ashghar (Kecil)

Tazkirah Jumaat
20 Jamadil Awal 1430/15 Mei 2009


MEMBERSIHKAN DIRI DARI NODA SYIRIK
(Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari)

PENJELASAN SYIRIK ASHGHAR (KECIL)

Meskipun dalam masalah ini ada khilaf (sebagaimana yang telah kita bahas di atas) akan tetapi wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati terhadap penyakit ini dan jangan menganggap remeh. Pelakunya diwajibkan untuk bertaubat. Di antara yang dikategorikan dalam Syirik Ashghar antara lain :

a) Ar Riya’ (mengamalkan suatu ibadah supaya dilihat manusia dalam rangka mendapatkan popularitas). Meskipun syirik ini tidak membatalkan semua amalan secara keseluruhan namun ia membatalkan amalan yang diniatkan untuk manusia tersebut. Maka wajib bagi pelakunya untuk bertaubat.

Firman Allah yang menerang­kan bahwa riya’ itu membatalkan amalan yang disertai riya’ tersebut adalah sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah kemudian batu itu ditimpa hujan lebat lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak berkuasa sedikit pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah : 264)

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
Diriwayatkan dari Mahmud bin Labid bahwa dia berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata : “Suatu ketakutan yang paling aku takutkan dari kalian adalah syirik kecil.” Kemudian ditanyakan tentang syirik itu, beliau menjawab : “Riya’.” (HR. Ahmad)

Dan juga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Allah Ta’ala berfirman : ‘Barang siapa melakukan suatu amalan kemudian ia jadikan bersama Allah sekutu dalam amalan itu maka Allah tinggalkan amalan tersebut dan sekutunya.’” (HR. Muslim)

Dalam masalah membatalkan amalan, riya’ ini terbagi menjadi dua bahagian :

1. Apabila riya’ sejak awal, yaitu bahwa orang tersebut dalam melakukan amalannya sudah mempunyai niat untuk riya’. Yang seperti ini membatalkan amalan.

2. Apabila datang dengan tiba­tiba di tengah-tengah atau di akhir amalan dan orang tersebut berusaha untuk menolak atau menghilangkan dari hatinya. Maka yang seperti ini tidak sampai membatalkan amalannya.

b) Sum’ah (mengamalkan suatu ibadah supaya didengar orang lain dalam rangka mendapatkan popularitas). Pada hakekatnya sum’ah merupakan riya’ juga.

Dua penyakit ini yang sangat rawan dalam hati karena sangat samar tidak terlihat oleh mata sehingga seorang Muslim harus sangat berhati-hati. Ayat Al Qur’an dalam surat Al Baqarah 264 serta hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dari shahabat Mahmud bin Labid di atas menjadi perhatian bagi kita bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memanggil dengan panggilan ‘Wahai orang­orang yang beriman’ dan Rasulullah mengkhawatirkan riya’ tersebut akan menimpa para shahabat. Hal ini menunjukkan bahwa orang Mukmin pun apabila tidak hati-hati akan terkena penyakit ini. Mudah-mudahan Allah selamatkan kita darinya.

Pembaca yang semoga dimuliakan Allah, Syirik Akbar dan Syirik Ashghar memiliki cabang yang sangat banyak dan memerlukan pembahasan yang sangat panjang. Tidak mungkin kita paparkan dalam satu kali ­pertemuan. Tetapi yang penting untuk kita ketahui adalah sifat atau ciri-ciri dari keduanya serta bahayanya sehingga kita berhati-­hati terhadap kedua-duanya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam salah satu di antara dua jenis syirik ini hendaknya ia segera bertaubat.

Firman Allah Ta’ala : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran : 133)

Firman Allah Ta’ala : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70)

Firman Allah Ta’ala : Katakanlah : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar : 53)


KEYAKINAN ADANYA MAKHLUK ALLAH YANG MENGETAHUI HAL GHAIB

Meyakini adanya makhluk Allah yang mengetahui perkara­-perkara ghaib termasuk salah satu dari bentuk-bentuk kesyirikan. Karena salah satu dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah meyakini bahwa tidak ada satu pun dari makhluk Allah yang ada di langit (seperti malaikat) ataupun di bumi (seperti Nabi-Nabi dan manusia atau jin) yang mengetahui hal ghaib.

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan keyakinan Ahlus Sunnah ini adalah sebagai berikut :

1) Secara Umum Tidak Ada Satu Makhluk Pun Yang Mengetahui Hal Ghaib

Dalil-dalil yang menunjukkan secara umum tidak adanya satu makhluk pun yang mengetahui hal-hal ghaib. Seperti ucapan Allah dalam surat Hud : “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 123)

Dan firman Allah dalam surat Al Jin : “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.” (QS. Al Jin : 26)

2) Malaikat Tidak Mengetahui Hal Yang Ghaib

Para malaikat walaupun mereka adalah makhluk Allah yang paling dekat dengan-Nya juga tidak mengetahui hal yang ghaib kecuali terhadap masalah-masalah yang Allah beritahukan kepada mereka. Di antara dalilnya adalah ucapan Allah dalam surat Al Baqarah 32 : Mereka menjawab : “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 32)

http://www.geocities.com/dmgto/aqidah201/syirik.htm

Bersambung minggu hadapan…

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat As Saba’ 23 : Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diijinkan-Nya memperoleh syafaat itu. Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata : “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab : “(Perkataan) yang benar.” Dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. As Saba’ : 23)

Dalam ayat ini dioceritakan bahwa malaikat bertanya-tanya tentang apa yang baru dikatakan oleh Rabbnya. Ini menunjukkan kalau malaikat pun tidak mengetahui yang ghaib.

3) Rasulullah Serta Para Nabi Tidak Mengetahui Tentang Hal Ghaib

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam serta para Nabi dan Rasul tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui hal ghaib kecuali perkara-perkara ghaib yang telah Allah beritakan kepadanya.

Adapun apa yang dikecualikan oleh Allah setelah ayat 26 dalam surat Al Jin di atas adalah tidak mutlak. Ketika Allah mengatakan kecuali Rasul yang diridlai artinya kecuali Rasul yang diberitahu sebagian tentang hal-hal ghaib. Adapun yang tidak diberitahukan oleh Allah kepadanya, Rasul pun tidak mengetahuinya. Dengan demikian Rasulullah tidak mengetahui hal yang ghaib secara mutlak. Yang mengetahui hal-hal ghaib secara keseluruhan dan mutlak hanyalah Allah. Tidak ada satupun makhluk yang mengetahuinya. Allah berfirman memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui hal yang ghaib :

Katakanlah : “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raf : 188)

Beliau hanya mengetahui apa-apa yang diberitakan oleh Allah dalam wahyu-Nya sebagaimana apa yang Allah katakan dalam firman­-Nya :

Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah : “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al An’am : 50)

Demikian pula ketika Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang ucapan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam kepada kaumnya, juga meniadakan dari dirinya ilmu ghaib :

“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah dan tidak mengatakan bahwa aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu (( : sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka)). Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka, sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Hud: 31)

No comments: